BIBIT MAHKOTA DEWA (Phaleria macrocarpha)
Oleh: Anis Gunawan
ABSTRAK
Tanaman mahkota dewa merupakan salah satu tanaman berkhasiat obat yang memiliki banyak manfaat. Budidaya tanaman yang baik, akan menghasilkan tanaman yang baik pula. Tahapan budidaya dimulai dari pemilihan bibit himgga panen. Mahkota dewa dapat dikembangbiakkan secara vegetatif (stek atau cangkok) dan generative (biji). Akan tetapi, untuk saat ini, mahkota dewa lebih utama dikembangbiakkan secara generatif karena tingkat keberhasilannya lebih tinggi. Penggunaan media tanam yang tepat akan mempengaruhi pertumbuhan tanaman. Berdasarkan hasil penelitian, media terbaik bagi pertumbuhan bibit mahkota dewa berturut-turut tanah + kompos, tanah+serbuk gergaji dan tanah + sekam padi.
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Mahkota dewa merupakan salah satu tanaman berkhasiat obat yang memiliki banyak manfaat. Sosok tanaman mahkota dewa berupa perdu dengan tajuk bercabang-cabang. Umurnya
dapat mencapai puluhan tahun dengan masa produktifitas mencapai 10-20 tahun. Bagian tanaman yang paling banyak dimanfaatkan adalah buah yang terdiri dari kulit, daging, cangkang, dan biji. Buah yang sudah matang berwarna merah marun. Buah mahkota dewa beracun bila dikonsumsi dalam keadaan mentah dan segar. Banyak khasiat yang terkandung dalam mahkota dewa sehingga menjadikannya semakin populer dikalangan dunia pengobatan baik di dalam maupun luar negeri. Beberapa keunggulan mahkota dewa menjadikannya sebagai salah satu tanaman obat yang mendapatkan porsi sangat penting untuk terus dikembangkan.
Membudidayakan mahkota dewa tidak sulit. Tanaman ini dapat hidup dengan baik di daerah beriklim tropis dengan produksi buah yang tidak mengenal musim. Hal ini menjadikan mahkota dewa sebagai penambah pendapatan bagi pembudidayaan asalkan dilakukan secara intensif dan profesional. Mahkota dewa dapat dikembangbiakkan secara vegetatif dan generatif. Cara vegetatif dengan menggunakan stek atau cangkok, sedangkan generatif dengan dengan biji. dan Cara pembiakan generatif atau penyemaian dengan biji biasanya membutuhkan waktu yang lama, tetapi dapat dibiakkan dalam jumlah yang banyak dengan pertumbuhan yang seragam serta memiliki perakaran yang kuat agar tanaman tidak mudah roboh. Sedangkan cara pembiakan vegetatif lebih cepat dengan sifat yang sama dengan induknya. Akan tetapi, pembiakan vegetatif jarang dilakukan karena tingkat keberhasilannya rendah (Winarto, 2003). Oleh karena itu, untuk saat ini cara yang dianjurkan adalah pembibitam dengan biji. Penggunaan media tanam yang tepat akan menentukan pertumbuhan bibit yang ditanam. Secara umum media tanam yang digunakan haruslah mempunyai sifat yang ringan, murah, mudah didapat, gembur dan subur, sehingga memungkinkan pertumbuhan bibit yang optimum.
B. Tujuan
1. Mengetahui morfologi, manfaat, serta cara budidaya tanaman mahkota dewa.
2. Mengetahui pengaruh media tanam terhadap pertumbuhan bibit tanaman mahkota dewa.
3. Mengetahui media tanam terbaik bagi pertumbuhan bibit mahkota dewa.
II. MENGENAL MAHKOTA DEWA
A. Morfologi Tanaman
Mahkota dewa (Phaleria macrocarpa) termasuk dalam famili Thymelaece. Tanaman ini bisa ditemukan ditanam di pekarangan sebagai tanaman hias atau di kebun-kebun sebagai tanaman peneduh. Asal tanaman mahkota dewa masih belum diketahui. Menilik nama botaninya (Phaleria papuana), banyak orang yang memperkirakan tanaman ini populasi aslinya dari tanah papua Irian Jaya. Disana memang bisa ditemukan tanaman ini. Mahkota dewa tumbuh subur ditanah yang gembur dan subur pada ketinggian 10-1200 mdpl.
Tanaman mahkota dewa berupa perdu menahun yang tumbuh tegak dengan tinggi 1-2,5 m. Batangnya bulat, permukaannya kasar, warnanya cokelat, berkayu dan bergetah, percabangan simpodial. Daunnya tunggal, letaknya berhadapan, bertangkai pendek, bentuknya lanset atau jorong, ujung dan pangkal runcing, tepi rata, pertulangan menyirip, permukaan licin, warnya hijau tua, panjang 7-10 cm, lebar 2-5 cm. Bunga keluar sepanjang tahun, letaknya tersebar di batang atau ketiak daun, bentuk tabung, berukuran kecil, berwarna putih dan harum (Anonim, 2009).
Buah mahkota dewa bentuknya bulat dengan diameter 3-5 cm. Permukaan buah licin, dan beralur. Ketika muda, warna buah hijau dan setelah masak, warnanaya berubah menjadi merah. Daging buah berwarna putih, berserat dan berair. Biji bulat, keras, berwarna cokelat. Berakar tunggang dan berwarna kuning kecoklatan. Perbanyakan dengan cangkok dan bijinya.
B. Klasifikasi
Divisi : Sermatophyta
Subdivisi : Angiospermae
Kelas : Dycotiledoneae
Bangsa : Thymelaeles
Suku : Thymelaeceae
Marga : Phaleria
Spesies : Phaleria macrocarpa
C. Bagian yang Dimanfaatkan
Bagian tanaman mahkota dewa yang dimanfaatkan sebagai obat adalah daun, daging, dan kulit buahnya. Daun dan kulit buah bisa digunakan segar atau yang telah dikeringkan, sedangkan daging buah digunakan setelah dikeringkan.
D. Zat-zat yang Terkandung dalam Mahkota Dewa
Daun mahkota dewa mengandung antihistamin, alkoloid, saponin dan polifenol (lignan). Kulit buah mengandung alkaloid, saponin dan flavonoid. Dan buah mahkota dewa mengandung beberapa zat aktif seperti (Anonim, 2009):
1. Alkaloid yang bersifat detoksifikasi sehingga dapat menetralisir racun di dalam tubuh.
2. Saponin, yang bermanfaat sebagai: sumber anti bakteri dan anti virus, meningkatkan system kekebalan tubuh, meningkatkan vitalitas, mengurangi kadar gula dalam darah, serta mengurangi penggumpalan darah
3. Flavonoid yang bermanfaat dalam melancarkan peredaran darah ke seluruh tubuh dan mencegah terjadinya penyumbatan pada pembuluh darah, mengurangi kandungan kolesterol serta mengurangi penumbunan lemak pada dinding pembuluh darah, mengurangi kadar risiko penyakit jantung koroner, mengandung antiinflamasi (antiradang), berfungsi sebagai anti-oksidan, serta membantu mengurangi rasa sakit jika terjadi pendarahan atau pembengkakan
4. Polifenol yang berfungsi sebagai antihistamin (antialergi)
III. BUDIDAYA TANAMAN MAHKOTA DEWA (Phaleria macrocarpa)
Beberapa mahkota dewa memiliki beberapa keunggulan yang menjadikannya sebagai salah satu tanaman obat yang mendapatkan porsi sangat penting untuk terus dikembangkan. Membudidayakan mahkota dewa tidak sulit. Tanaman ini dapat hidup dengan baik di daerah beriklim tropis. dengan produksi buah yang tidak mengenal musim, menjadikan mahkota dewa sebagai penambah pendapatan bagi pembudidayaan asalkan dilakukan secara intensif dan profesional. Mahkota dewa dapat dibudidayakan pada ketinggian 10-1200 Mdpl. Lokasi pembudidayaannya sebaiknya di daerah yang jauh dari polusi. Hal ini dilakukan agar tanaman tidak tercemar oleh unsur-unsur polutan berupa logam berat, arsen, dll. Untuk kegiatan konservasi tanah, mahkota dewa dapat ditanam di bibir teras pengolahan lahan. Tujuannya, adalah sebagai tanaman penguat teras, menghindari erosi, dan longsor. Selain itu, penanaman mahkota dewa dapat ditumpangsari dengan tanaman obat lain. Dalam budidaya mahkota dewa, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan agar terhindar dari resiko yang tidak diinginkan, yaitu pengolahan lahan, pengadaan bibit, penanaman, perawatan, panen,dan pasca panen (Winarto, 2003).
A. Pengolahan Tanah
Tanah lebih dulu digemburkan serta diberi pupuk dasar yang berupa pupuk kandang. Takaran pupuk kandang yang diberikan adalah 20ton/ha. Sebagai tanaman keras, mahkota dewa membutuhkan membutuhkan lubang tanam. Lubang tanam digali (30x 30x30 ) cm. Tanah galian ditumpuk terpisah antara tanah lapisan atas dan tanah lapisan bawah. Lubang tanam dibiarkan terbuka selama minimal seminggu agar terkena udara luar, sinar matahari, dan hujan.
B. Pengadaan Bibit
Salah satu aspek penting dalam budidaya mahkota dewa adalah penyiapan bibit. Bibit yang baik akan memberikan hasil yang baik pula selain didukung oleh faktor lain. Dalam budidaya mahkota dewa, ada dua jenis bibit yang dapat digunakan, yaitu bibit dari fase generatif (biji) dan bibit dari fase vegetative (stek batang atau cangkok).
C. Penanaman
Penanaman mahkota dewa tidak tergantung musim, meski demikian, perawatan tanaman merupakan kegiatan yang harus dilakukan setiap petani, terlebih bila usaha budidaya tersebut berorientasi pada hasil yang baik.
D. Penyulaman
Penyulaman dilakukan bila ada tanaman yang mati atau pertumbuhannya tidak normal untuk
digantikan dengan tanaman yang baik.
E. Pemupukan
Pada prinsipnya pupuk yang diberikan pada tanaman obat dianjurkan berasal dari bahan alami atau pupuk organik seperti pupuk bokasi. Penggunaan pupuk kimia atau anorganik tidak dianjurkan karena menimbulkan residu kimia yang dapat muncul pada buah. Padahal buah mahkota dewa dimanfaatkan sebagai bahan obat. Tentu saja hal ini akan sangat berpengaruh pada kesehatan penggunaannya.
F. Penyiraman
Penyiraman perlu dilakukan pada saat tanam dan sesudah tanam saat tanaman masih kecil. Hanya saja bila hari hujan, penyiraman tidak perlu dilakukan. Setelah tanaman berumur 6 bulan sesudah tanam, penyiraman relatif tidak diperlukan karena jangkauan perakarannya sudah dalam.
G. Penyiangan
Penyiangan harus dilakukan secara berkala sepanjang tahun karena mahkota dewa termasuk
tanaman tahunan. Penyiangan dilakukan melihat gulma yang tumbuh di sekitar tanaman. Umumnya penyiangan pada mahkota dewa dilakukan 3-4 kali.
H. Penanganan hama dan penyakit
Mahkota dewa mempunyai musuh alami berupa hama pengganggu. Hama yang biasanya muncul adalah belalang, kutu putih, dan ulat buah. Hama ulat buah memang masih jarang menyerang tanaman mahkota dewa. Sampai saat ini belum ada penelitian atau hasil pengamatan yang menyimpulkan adanya serangan penyakit-penyakit penting pada tanaman mahkota dewa. Beberapa gejala serangan penyakit seperti busuk buah oleh jamur Phytoptora infestans memang terkadang tampak, tetapi masih sangat terbatas dan kemunculannya sering disebabkan oleh tanaman yang terlalu banyak ternaungi. Sementara penyakit lain belum pernah tercatat atau dilaporkan. Pengendalian hama dan penyakit pada tanaman mahkota dewa disarankan dengan pengendalian terpadu dan mengurangi penggunaan pestisida anorganik karena dikhawatirkan akan menimbulkan efek farmakologis pada tanaman dan mengurangi kualitas simplisia yang dihasilkan.
I. Panen dan Paca Panen
a. Panen
Ciri buah mahkota dewa yang siap dipetik antara lain: kulit buah sudah berwarna merah marun dan berbau manis seperti aroma gula pasir.
b. Pasca Panen
Setelah di panen, setiap bagian tanaman mahkota dewa,terutama yang berkhasiat obat, diberi perlakuan tertentu. Perlakuan tersebut meliputi penyortiran, pencucian, pemotongan, pengeringan, penyangraian, dan perebusan yang segera dilakukan setelah mahkota dewa di panen. Perlakuan ini tidak boleh ditunda-tunda karena penundaan dapat mempengaruhi khasiat mahkota dewa. Setelah disortir, buah terpilih dibersihkan dengan air mengalir yang bersih, buah yang sudah bersih dapat langsung diangin-anginkan selama sehari, lalu di jemur di bawah sinar matahari sambil sering di bolak balik.
Pengeringan buah secara utuh ini memang agak sulit, tetapi mempermudah dalam pengonsumsiannya. Konsumen asing sering memesan buah mahkota dewa utuh yang sudah kering untuk memudahkan pengenalan penampilan buah. Selain bentuk utuh, buahpun dapat diberi perlakuan pengeringan setelah dipotong-potong agar cepat kering. Namun, pemotongan buah dilakukan setelah dibersihkan. Pengeringan buah ini berlangsung sekitar 3-4 hari. Ciri khusus tanaman yang sudah kering adalah berat buahnya sudah berkurang. Misalnya, berat awal saat masih segar 1 kg menjadi 2-3ons kering atau beratnya menyusut 70-80%.
IV. MASALAH KHUSUS DAN PEMBAHASAN
Karena tujuan pembudidayaan mahkota dewa adalah untuk pengobatan dan masih jarang yang membudidayakannya dalam skala besar, maka saat ini belum ada masalah lingkungan dalam pembudidayaan tanaman mahkota dewa. Masalah cenderung berasal dari budidaya tanamannya; sosial budaya atau yang menyangkut bagaimana masyarakat menyikapi adanya tanaman ini, dan penggunaan mahkota dewa agar terhindar dari efek samping yang mungkin terjadi saat mahkota dewa dikonsumsi.
A. Pengaruh Berbagai Media terhadap Pertumbuhan Bibit Mahkota Dewa (Phaleria macrocarpha) di Polibag
Pengadaan bibit merupakan salah satu tahapan terpenting dalam usaha budidaya tanaman mahkota dewa. Bibit yang baik akan menghasilkan tanaman yang baik pula. Bibit yang berasal dari buah, diperoleh dari buah yang benar-benar matang dan masih segar. Buah yang sudah matang adalah buah yang sudah berwarna merah sempurna dan bagian luarnya sedikit lunak atau empuk. Untuk pengambilan biji, buah dibelah dengan pisau tumpul agar biji tidak rusak. Biji yang rusak tidak akan tumbuh. Biji mahkota dewa dapat langsung disemaikan tanpa dilakukan pematahan dormansi karena tidak menunjukkan sifat dormansi yang nyata.
Penggunaan media tanam yang tepat dalam proses pembibitan akan menentukan pertumbuhan bibit yang ditanam. Secara umum, media tanam yang digunakan haruslah mempunyai sifat yang ringan, murah, mudah didapat, gembur dan subur, sehingga memungkinkan pertumbuhan bibit yang optimum (Wijaya et al., 1994). Penelitian tentang pengaruh berbagai media tanam terhadap pertumbuhan bibit mahkota dewa di polibag telah dilakukan oleh Erlan dalam jurnal Akta Agrosia Vol. 7 No.2 hlm 72-75 Jul - Des 2005.
Metode yang Digunakan
Penelitian dilaksanakan di Kebun Percobaan Sekolah Tinggi Ilmu Pertanian Sriwigama, Palembang pada awal bulan April sampai akhir Juni 2004. Bahan dan alat yang digunakan adalah benih mahkota dewa, tanah top soil, kompos, pupuk kandang, serbuk gergaji, sekam padi dan polibag tali sheet, gembor, penggaris dan caliper.
Penelitian dilakukan dengan menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) yang terdiri atas lima perlakuan media dan lima ulangan. Masing-masing perlakuan adalah: A = Tanah (kontrol); B = Tanah dicampur kompos (1:1); C = Tanah dicampur sekam padi (1:1); D = Tanah dicampur serbuk gergaji (1:1); dan E = Tanah dicampur pupuk kandang (1:1). Pemberian perlakuan pada saat penyediaan media tanam yaitu tanah berupa top soil dikering anginkan diayak lalu dicampur sesuai dengan komposisi pada masing-masing perlakuan kemudian dimasukkan ke dalam polibag berukuran 20 cm x 15 cm setelah itu benih ditanam. Peubah yang diamati adalah: Waktu tumbuh bibit (hari); tinggi bibit (cm), Diameter Batang bibit (cm), Jumlah daun (helai), Jumlah akar (lembar), Panjang akar (cm) dan persen hidup bibit (%).
Hasil dan Pembahasan
Tabel 1. Hasil uji beda nyata jujur perlakuan media terhadap waktu tumbuh bibit, tinggi bibit dan diameter batang bibit.
Media Waktu tumbuh bibit
(hari) Tinggi bibit
(cm) Diameter batang (mm)
tanah (kontrol) 13,1 a*) 14,38 a 3,45 ab
tanah + kompos 11,9 ab 15,93 a 3,85 a
tanah + sekam padi 11,7 ab 15,91 a 3,72 ab
tanah + serbuk gergaji 10,4 b 15,29 a 3,44 ab
tanah + pupuk kandang 12,6 a 10,38 b 3,34 b
BNJ (0,05) 1,60 2,07 0,43
*Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan berbeda tidak nyata.
Berdasarkan hasil analisis keragaman terhadap semua peubah yang diamati, perlakuan media berpengaruh nyata terhadap waktu tumbuh bibit, tinggi bibit, diameter bibit, jumlah daun dan panjang akar dan berpengaruh tidak nyata terhadap jumlah akar. Hasil uji beda nyata jujur pada Tabel 1 menunjukkan waktu tumbuh bibit benih mahkota dewa yang ditanam pada media tanah + serbuk gergaji lebih cepat (10,4 hari) dibandingkan jika ditanam pada media tanah (kontrol) (13,1 hari) atau tanah + pupuk kandang (12,6 hari). Tinggi bibit terendah didapatkan dari benih yang ditanam pada media tanah + pupuk kandang (10,38 cm). Sedangkan diameter batang bibit yang ditanam pada media tanah + kompos lebih besar (3,85 mm) dibandingkan media tanah + pupuk kandang (3,34 mm).
Tabel 2. Hasil uji beda nyata jujur perlakuan media terhadap jumlah daun bibit, jumlah akar dan panjang akar.
Media Jumlah daun bibit Jumlah akar Panjang akar (cm)
tanah (kontrol) 18,28 ab*) 32,60 a 16,10 ab
tanah + kompos 20,80 a 40,00 a 18,55 a
tanah + sekam padi 20,64 a 49,00 a 19,20 a
tanah + serbuk gergaji 20,56 a 37,30 a 21,35 a
tanah + pupuk kandang 16,56 b 16,80 a 11,60 b
BNJ (0,05) 3,08 32,43 6,23
*Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan berbeda tidak nyata
Jumlah daun bibit terkecil dihasilkan dari bibit yang ditanam pada media tanah + pupuk kandang (16,56) meskipun tidak berbeda nyata jika dibandingkan dengan media kontrol (tanah). Trend ini diikuti oleh panjang akar. Terdapat perbedaan yang nyata terhadap panjang akar bibit yang ditanam pada media tanah + serbuk gergaji lignin selulose dan hemiselulose. Disamping itu juga mengandung zat atraktif yang dapatmenghambat pertumbuhan cendawan sehingga kelestarian tetap terjaga. Ditambahkan oleh (21,35 cm) dengan yang ditanam pada media tanah + pupuk kandang (11,60 cm) (Tabel 2). Meskipun demikian, jumlah akar tidak menunjukkan perbedaan yang nyata. Seluruh bibit (100%) yang ditanam pada semua media tanam dapat hidup sampai batas akhir penelitian Lakitan (1995) bahwa serbuk gergaji mengandung sedikit N, P, K dan Mg; kapasitas penyangga baik dan kapasitas pegang air baik sampai sangat baik.
Berdasarkan hasil penelitian ternyata perlakuan masing-masing media tidak mempunyai perbedaan yang dominan terhadap semua peubah yang diamati. Ini berarti pada fase pembibitan dengan umur kira-kira tiga bulan pengaruhnya tidak nampak karena bibit mahkota dewa dalam tumbuh dan berkembang masih mendapatkan cadangan makanan dari keping biji atau lembaganya. Secara keseluruhan, perlakuan media terbaik adalah tanah dicampur kompos, tanah dicampur serbuk gergaji dan tanah dicampur sekam padi. Media kompos merupakan hasil pelapukan dari bahan-bahan yang berasal dari tumbuhan yang merupakan gudang nutrisi bagi tanaman. Akibatnya struktur tanah, airase dan efek pengikat partikel tanah dapat lebih baik, dan yang lebih penting adalah pengaruhnya pada keadaan biologis tanah menjadikannya medium yang lebih favourable, baik bagi perkembangan perakaran tanaman dan bagi perkembangbiakan mikroorganisme (Sutedjo et al., 1991). Media serbuk gergaji mengalami proses pelapukan yang lambat karena mengandung komponen kimia media sekam padi dapat menciptakan kondisi lingkungan tumbuh khususnya sifat fisik dan kima tanah yang lebih baik bagi pertumbuhan tanaman karena lebih cepat mengalami proses pelapukan dan dekomposisi, mengandung unsur hara N, P, K, Cl dan Mg (Thomas, 1995).
Menurut Winarto (2003) bahwa pupuk organik biasanya mengandung cukup lengkap unsur hara yang dibutuhkan tanaman, baik hara makro maupun mikro. Hanya saja pupuk ini lambat diserap oleh tanaman. Berdasarkan hal tersebut berarti perlakuan media yang ditujukan untuk melihat respon dari pertumbuhan mahkota dewa pada pembibitan secara generatif pada awal pertumbuhannya tidak menampakkan perbedaan yang nyata. Dikemukakan juga oleh Winarto (2003), pemupukan dengan menggunakan pupuk anorganik tidak dianjurkan diduga unsur hara dalam pupuk anorganik dapat menimbulkan perubahan efek farmakologis tanaman obat, begitu juga residu kimia dari pupuk anorganik dapat muncul pada buah, sedangkan buah sering digunakan sebagai bahan obat.
B. Masalah sosial budaya
Masalah sosial budaya adalah masalah yang terkait dengan kebiasaan petani dalam membudidayakan mahkota dewa. Ada kebiasaan yang tidak baik yang dilakukan oleh petani dalam pemanenan buah mahkota dewa, yaitu dilakukan secara bersamaan bila harganya baik. Pada saat seperti itu biasanya kualitas buah tidak diperhatikan oleh petani. Sering terjadi hasil pemanenan terlalu muda, sehingga buah yang dipanen tidak sesuai standard dan tidak dapat diproduksi menjadi obat.
Mahkota dewa adalah jenis tanaman obat yang menarik, sehingga timbul selera untuk mencoba dan mencicipinya. Padahal tanaman obat ini tergolong beracun sehingga penggunaannya perlu diwaspadai. Buah mahkota dewa yang digunakan untuk kepentingan pengobatan tidak boleh dikonsumsi secara langsung bila belum diolah. Beberapa gejala keracunan buah mahkota dewa antara lain adalah bibir menjadi bengkak dan pecah-pecah, timbul luka di rongga mulut, terasa mual dan muntah, serta gejala keracunan yang lain.
Ada tiga hal pokok yang perlu diperhatikan selama mengkonsumsi ramuan obat mahkota dewa, yaitu pantangan, anjuran, dan psikologi penderita, karena ramuan obat mahkota dewa membutuhkan interval waktu tertentu agar tercapai titik optimal dalam periode pengobatan.
Permasalahan yang sekarang dihadapi adalah mahkota dewa sangat bermanfaat bagi penderita, disatu sisi penderita tidak dapat menunggu hasil-hasil penelitian yang belum dimulai, sementara disisi lain banyak pengguna mahkota dewa yang sudah ditolak oleh dokter yang tidak mampu mengobati penyakitnya. Bahkan ada banyak penderita penyakit berat tidak memiliki biaya pengobatan medis sehingga mencari alternatif pengobatan yang biayanya dapat dijangkau. Mahkota dewa merupakan dewa penolong bagi penderita penyakit tersebut.
Mengingat mahkota dewa terbukti secara empiris efektif untuk pengobatan, sedangkan banyak tanaman lain yang terbukti secara efektif dan aman maka para dokter di klinik Herbal Karyasari membuat suatu prinsip penggunaan mahkota dewa sebagai berikut (Winarto, 2003):
1. Resep pengobatan herbal harus didasarkan pada penggunaan yang sesuai hasil penelitian maupun aman secara empiris.
2. Daging buah mahkota dewa kering yang dibutuhkan untuk mempercepat penyembuhan hanya digunakan sebanya lima sampai enam irisan daging buah per hari. Daging buah tersebut digunakan setelah direbus atau diseduh dengan air panas. Biasanya satu buah mahkota dewa dibuat menjadi 10-12 irisan.
3. Bila kondisi penderita sangat berat dan perlu penanganan segera maka pemberian dengan dosis lebih besar pun dapat dipertimbangkan. Hanya saja penggunaannya dalam waktu terbatas dan diikuti dengan pemantauan perkembangan.
4. Mahkota dewa hanya digunakan untuk pengobatan, bukan untuk pemelihara kesehatan.
V. KESIMPULAN
1. Perlakuan media tanah dicampur bahan organik (kompos, serbuk gergaji dan sekam padi) berpengaruh baik terhadap pertumbuhan dan perkembangan bibit mahkota dewa.
2. Media terbaik bagi pertumbuhan bibit mahkota dewa berturut-turut tanah + kompos, tanah + serbuk gergaji dan tanah + sekam padi.
3. Dalam membudidayakan tanaman obat khususnya mahkota dewa harus mempertimbangkan keamanan produk untuk dikonsumsi.
4. Tanaman mahkota dewa hanya dapat dimanfaatkan sebagai tanaman berkhasiat obat, bukan untuk pemelihara kesehatan.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2009. Mahkota Dewa.
Anonim. 2009. Mahkota Dewa.
Erlan. 2005. Pengaruh berbagai media terhadap pertumbuhan bibit mahkota dewa (Phaleria macrocarpha (Scheff.) Boerl.) di polibag. Jurnal Akta Agrosia 7: 72-75.
Harmanto, N. 2001. Mahkota Dewa Obat Pusaka Para Dewa. Agromedia Pustaka, Jakarta.
Lakitan, B. 1995. Fisiologi Pertumbuhan dan Perkembangan Tanaman. PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta.
Sutedjo, M.M., A.G. Kartasapoetra, dan R.D.S. Sastroatmodjo. 1991. Mikrobiologi Tanah. PT. Rieneka Cipta, Jakarta.
Thomas. 1995. Pengaruh Mulsa terhadap Pertumbuhan dan Efisiensi Penggunaan Air pada Bibit Karet Klon GT 1. Sembawa, Sumatera Selatan.
Wijaya, M. Reza dan Tuherkih. 1994. Pengelolaan Pembibitan Tanaman Buah. Penebar Swadaya, Jakarta.
Winarto, W.P. 2003. Mahkota Dewa, Budidaya dan Pemanfaatan untuk Obat. Penebar Swadaya, Jakarta.
0 komentar:
Posting Komentar